EUROTRIP: Jalan-jalan keliling Eropa—tips & informasi

Siapapun yang berminat untuk jalan-jalan keliling Eropa pertama kalinya tanpa join tour company pasti bertanya-tanya: Gimana caranya? Berapa biayanya? Kemana aja perginya? Berapa lama? dll… seribu satu pertanyaan memenuhi pikiran. Apalagi kalau perginya dengan biaya sendiri—yang mungkin tidak sedikit, pastinya ingin merencanakan segala sesuatunya dengan sedetail mungkin agar tempat-tempat yang ingin dikunjungi dalam list dapat terpenuhi.

Akhir Bulan Desember 2016 yang lalu untuk pertama kalinya saya berlibur ke Eropa. Setelah giat menabung selama beberapa tahun, Puji Tuhan akhirnya impian saya untuk mengunjungi beberapa negara di Eropa (barat dan timur) dapat tercapai juga (yay!) 🙂

“I always wonder why birds choose to stay in the same place when they can fly anywhere on the earth, then I ask myself the same question.”
― Harun Yahya

Karenanya saya ingin membagi beberapa tips—berdasarkan pengalaman pribadi—yang mungkin berguna untuk kalian yang berniat mengunjungi negara-negara Eropa dalam waktu dekat ataupun di masa depan—khususnya yang berangkat dengan tujuan murni untuk wisata 😉

Sebagai catatan, Eurotrip ini tidak dilakukan dengan budget yang sangat pas-pasan ya… dalam arti, saya tidak pergi ke Eropa sebagai backpacker yang menggunakan couchsurfing ataupun selalu menginap di kamar dorm yang terdiri dari minimum empat atau lebih orang. Saya juga tidak selalu berusaha menghemat makan dengan membawa Indomie sebanyak-banyaknya karena saat traveling penting bagi saya untuk mencoba makanan khas di negara tersebut. Saya juga tidak menggunakan transportasi bus ataupun memesan tiket kereta per satuan dari jauh-jauh hari untuk mendapatkan tiket murah. Jadi tips saya ini mungkin lebih tepatnya ditujukan bagi mereka yang ingin mengunjungi beberapa negara di Eropa dengan budget pas-pasan tapi tidak sangat pas-pasan… hehehe…

What to do first?

Pertama, waktu itu saya memastikan dengan siapa saya akan pergi, aka. teman traveling dalam suka dan duka. Awalnya saya berencana untuk melakukan trip ini dengan seorang teman cewek yang berasal dari negara tetangga. Namun karena satu dan lain hal, teman saya ini membatalkan rencananya. Syukurlah seorang teman cowok dari Taiwan (sebut saja C) menawarkan diri untuk pergi bersama-sama, karena ternyata saya tidak cukup berani untuk keliling Eropa sendirian sodara-sodara… XD

Setelah itu, kami mengabari teman kami di Jerman (sebut saja O) dan ternyata teman kami ini juga sangat tertarik untuk bergabung. Jadi meski tidak bisa pergi dengan teman cewek sesuai rencana awal, tapi syukurlah ada dua teman cowok dengan jam terbang traveling yang lebih tinggi yang bersedia menemani saya melihat Eropa—dengan catatan, semua biaya tetap ditanggung sendiri-sendiri 😉

And then?

Lalu… sambil berdiskusi dengan kedua teman (khususnya O), kami membuat rute perjalanan kami selama di Eropa nanti. Karena sejak awal saya sudah menentukan kalau saya akan apply visa Schengen di kedubes Belanda, jadi rute perjalanan pun dimulai dari Amsterdam, Belanda. Untuk hal ini memang tidak bisa kompromi karena O—yang WN Jerman, dan C—yang WN Taiwan, tidak butuh visa Schengen. Cuma saya saja yang harus bersusah-payah apply visa dan deg-degan menunggu hasilnya (>__<)

Anyway, berdasarkan perkiraan budget (yang terbatas) dan batas waktu holiday (selama 3 minggu) yang kami punya, akhirnya kami memutuskan rute seperti ini:

Belanda – Belgia – Prancis – Spanyol – Jerman – Ceko – Austria – Italia – Vatikan

Si O menyarankan agar saya dan C membeli Eurail Pass untuk memudahkan kami berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain.

Namun setelah mengecek lamanya perjalanan dengan kereta dari Prancis (Paris) ke Spanyol (Barcelona) dan Spanyol (Barcelona) ke Jerman (Munich) yang ternyata jauuuuh, dengan berat hati kami membatalkan rencana ke Spanyol, dan mengubah rute menjadi:

Belanda (Amsterdam) – Belgia (Brussel) – Luxembourg (Luxembourg) – Prancis (Paris) – Jerman (Cologne, Wurzburg & Munich) – Ceko (Praha) – Austria (Salzburg & Hallstatt) – Italia (Venezia & Roma) – Vatikan

Setelahnya… kami sepakat untuk berbagi tugas. Saya akan mengurus hotel/hostel yang akan kami tempati (untuk saya dan C karena O baru akan bergabung di Jerman dst…). Saya juga yang harus memastikan harga hotel/hostel harus sesuai dengan budget dan lokasinya mudah untuk ditemukan. Sementara C akan mengurus seluruh jadwal kereta kami, tapi tentunya hal itu baru bisa dilakukan setelah kami membeli Eurail Pass.

Bagaimana memilih hotel/hostel/penginapan?

Berdasarkan pengalaman, saya seringkali memilih penginapan yang dekat dengan main train station agar lebih mudah untuk kemana-mana. Tapi kadang hal ini cukup tricky, karena penginapan yang lokasinya dekat dengan stasiun utama umumnya lebih mahal dibanding penginapan yang letaknya beberapa stasiun lebih jauh.

Untuk memilih penginapan, saya hampir selalu mengandalkan booking.com. Yang paling penting adalah memilih penginapan dengan free cancellation (sambil menunggu visa yang belum pasti, dan agar masih bisa dibatalkan apabila nantinya ingin merubah tujuan), lokasi yang jelas dan mudah ditemukan (saya selalu menggunakan Google map untuk mengecek jarak dan waktu yang dibutuhkan dengan berjalan kaki dari stasiun terdekat ke penginapan) karena saya tidak mau menggeret-geret koper di musim dingin yang beku berkilo-kilo jauhnya, dan tentu saja budget. Dengan booking.com saya sering mendapat diskon tambahan mulai dari 10%-50% karena status akun saya yang “Genius” aka. frequent traveller—ini akibat keseringan jalan selama di Jepang 😉

IMG_2235.png
Wajib dilakukan saat memesan hotel: mengecek rute dan lokasi hostel yang dituju dengan Google map

IMG_2234.png

Hal penting lainnya adalah membaca review serta rating yang diberikan untuk penginapan yang akan dipilih. Beberapa reviewer memberikan review yang sangat berguna seperti lokasi, kebersihan (buat saya ini sangat penting ya), pelayanan, keamanan, dsb. Sebaiknya dibaca dulu review mereka dengan hati-hati agar tidak menyesal dikemudian hari. Cek juga jadwal cek-in yang diijinkan oleh pihak penginapan agar tidak kebingungan saat mendapati bagian desk di penginapan yang dituju masih tutup atau malah sudah tutup karena datang setelah jam check-in berakhir.

Karena budget yang terbatas, untuk penginapan di Amsterdam yang saat itu sedang mahal-mahalnya karena bertepatan dengan malam tahun baru, saya memilih hostel dengan kamar dorm (4 bed in one room), sedangkan untuk penginapan di kota/negara lainnya saya memilih apartemen, hostel dengan private room, guest house, ataupun hotel bintang tiga.

Total pengeluaran untuk biaya penginapan di 9 negara selama 3 minggu (minus di Wurzburg, Jerman, selama 2 malam karena kami menginap gratis dirumah ortu O) adalah sekitar +-7.5 juta.

Setelah itu?

Tentu saja mempersiapkan segala macam dokumen untuk pengurusan visa. Syarat pengajuan visa Schengen Belanda tidak saya tuliskan lagi secara detail disini karena sudah cukup banyak blog-blog yang membahas tentang hal ini. Cukup ketikkan saja “Membuat visa Schengen Belanda” di Google dan akan muncul sekian banyak informasi dan tips yang kalian butuhkan. Jangan lupa untuk registrasi dan membuat jadwal interview/submit dokumen di website VFS Global. Sangat disarankan untuk memasukkan dokumen ke VFS 3 bulan sebelum tanggal keberangkatan agar tidak terburu-buru 🙂

VFS
Tampilan website VFS Global Indonesia

Nah, saat mempersiapkan dokumen ini saya sempat galau… apa harus membeli tiket pesawat dalam waktu dekat atau menggunakan bookingan pesawat sementara dari agen tur dan membeli tiket nanti saja sesudah visa ada ditangan. Bener-bener galau sodara-sodara… karena waktu itu beberapa airline (menurut Skyscanner) memang sedang menawarkan tiket promo, dan teman saya si C sudah membeli tiket promo kelas Ekonomi PP Taipei-Amsterdam yang tidak bisa di-refund lagi (*sigh*).

Setelah beberapa hari (atau minggu) susah tidur, akhirnya saya memutuskan untuk membeli tiket saat itu juga (apalagi saat itu KLM sedang menawarkan tiket promo yang murah untuk tanggal kepergian yang sama). Sambil berdoa pada Tuhan, saya membeli tiket multi-city KLM: Kuala Lumpur-Amsterdam dan Roma-Kuala Lumpur. Dengan keyakinan, God will make everything alright. Amin 🙂

Kenapa membeli tiket Multi-city?

Karena waktu itu, harganya sama saja dengan tiket PP Kuala Lumpur-Amsterdam. Dan rute Eurotrip kami ini akan berakhir di Roma. Waktu itu saya tidak membeli tiket PP Jakarta-Amsterdam karena harganya yang jauh lebih mahal (sekitar 3 juta lebih mahal). Dari Jakarta ke Kuala Lumpur saya menggunakan Air Asia yang cukup murah. Biaya total tiket pesawat Jakarta-KL-Amsterdam-Roma-KL-Jakarta untuk keberangkatan akhir Desember ini sekitar Rp. 9.5 juta. Karena saya tinggal di Manado, biaya ini masih harus ditambahkan dengan biaya tiket pesawat PP Manado-Jakarta (saat itu saya mendapatkan tiket promo Garuda) sekitar Rp. 2.3 juta.

Jadi untuk kasus saya, total pengeluaran untuk tiket pesawat adalah sekitar Rp. 11.8 juta, dengan catatan tiket pesawat Manado-Jakarta baru dibeli sesudah saya menerima visa Schengen ditangan.

Trus apalagi?

Karena kami memutuskan untuk membeli Eurail Pass yang tidak murah, maka saya harus menyisihkan sejumlah dana lagi. Kami membeli Eurail Global Pass untuk 2 orang dewasa (saya dan C), sementara O yang WN Jerman harus membeli Interail pass—yang katanya bahkan lebih mahal lagi.

Saat itu website resmi Eurail pass memberi promo berupa 3 hari bonus. Jadi, saya dan C membeli group ticket Eurail Global Pass 15 days continuous + 3 days bonus = 18 days. Harga tiket saat itu untuk total 18 hari penggunaan secara berturut-turut adalah 500 Euro per orang (sekitar Rp. 8 juta) yang sudah termasuk biaya kirim dari Singapore dan asuransi kehilangan. Iya… memang mahal (hehehe).

Sebelum dapat digunakan, Eurail pass ini harus diaktifkan terlebih dahulu. Cara mengaktifkannya bisa secara online ataupun dengan mengunjungi counternya di stasiun utama di tiap kota besar di Eropa, misalnya Amsterdam centraal.

IMG_2771.jpg
Eurail pass yang dikirim langsung dari kantor cabangnya di Singapore
IMG_2772
Tiket (pass) kelas satu yang membuat perjalanan berpindah-pindah negara menjadi sangat nyaman dan mudah 🙂

Keuntungannya, dengan Eurail pass ini kami dapat menaiki setiap kereta milik perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Eurail Pass di lebih dari 20 negara di Eropa selama 18 hari berturut-turut. Kami juga dapat merubah jadwal kami kapan saja, kemana saja, tanpa harus membayar biaya tambahan. Tapi untuk beberapa kereta express—meskipun memiliki tiket kelas satu, tetap diwajibkan (compulsory) untuk membuat seat reservation. Pada beberapa kereta (terutama kereta ke Prancis dan Italia, kita diharuskan membayar biaya seat reservation).

Uniknya, tiket Eurail Global Pass untuk dewasa ini adalah tiket kelas satu aka. 1st class. Iya, dengan tiket ini kami dapat menikmati gerbong dan pelayanan kelas satu untuk seluruh kereta express dan regional (jika tersedia) yang akan kami naiki. WOW banget kan? Hehehe… Kalau dibeli persatuan, tiket kelas satu ini sangat (amat) mahal loh… bahkan orang Eropa saja banyak yang belum pernah menikmati perjalanan dengan pelayanan kelas satu di dalam kereta, termasuk si O… hihihi… (Update: saat membuka web eurail.com di bulan Juni 2018, pembelian tiket Eurail Global Pass untuk dewasa (adult) juga tersedia untuk 2nd class, jadi tidak diharuskan untuk membeli tiket 1st class lagi).

Jadi, meskipun harganya termasuk (sangat) mahal, but it was really worth it. Apalagi kami berpindah dengan cepat dari satu negara ke negara lain—juga dari kota ke kota lain, bahkan sempat menaiki kereta malam dari Salzburg ke Venezia yang kelas satunya berupa ruangan pribadi, lengkap dengan tempat tidur, shower room & toilet pribadi, juga sarapan yang lezat dan complimentary snack & drink. What a once in a lifetime experience! 😉

So yeah… for me, it was really worth it (^_^)

Note: Karena C yang mengurus jadwal kereta dan seat reservations, jadi saya kurang tahu detail mengenai hal ini. Maap ya…

Kemudian…?

Kemudian…  tentu saja berangkat ke Jakarta untuk apply visa Schengen Belanda di agen VFS. Untuk ini, saya harus mengeluarkan uang lagi untuk tiket pesawat PP Manado-Jakarta sebanyak +- Rp. 2.2 juta (fiuuuhhh….). Jadi bersyukurlah kalian yang tinggal di Jakarta atau di area Jawa/Bali yang tidak perlu mengeluarkan begitu banyak uang untuk membuat visa Schengen atau visa-visa lainnya.

Paling malas nih kalau pas baca blog traveling trus si penulis mengeluh saat hendak membuat visa karena harus bolak-balik Bandung-Jakarta misalnya… ckckck…. are you kidding me? (*tepok-jidatnya-onta*).

Kalau sudah submit dokumen, selanjutnya tinggal menunggu (sambil berdoa) sampai hari si Visa Schengen mendarat dengan selamat ditangan.

Untuk kasus saya, Puji Tuhan, visa Schengen bisa didapat dengan tanpa ribet ataupun kekurangan suatu apapun 🙂

Next…?

Next, sambil menunggu C mengatur semua jadwal kereta dan seat reservations kami, saya mengandalkan om Google untuk mengecek tempat-tempat yang “wajib” kami kunjungi dan aktivitas-aktivitas yang “harus” kami lakukan.

Hal ini lumayan ribet yah, karena beda dengan sewaktu traveling solo yang kemana-mana bisa semau gue, untuk Eurotrip ini segala sesuatunya harus saya diskusikan dulu dengan C dan O. Tapi syukurlah dua orang ini tidak repot untuk diajak diskusi. Malah biasanya mereka memberikan masukan yang brilliant, seperti mengunjungi Zaanse Schans untuk melihat kincir angin asli khas Belanda—bukannya Volendam—atau Salzburg di Austria—bukannya Vienna—yang ternyata indaaaah (pake) banget 😉

Setelah fix dengan tempat-tempat wisata mana saja yang dijadikan prioritas atau wajib dikunjungi, selanjutnya adalah membeli tiket online untuk masuk ke beberapa tempat wisata ini. Kenapa membeli online? Karena biasanya harga tiket online yang dibeli in advance ini lebih murah dibanding beli langsung di counternya. Kan lumayan untuk penghematan 🙂

Penting juga untuk men-download aplikasi yang akan sangat berguna sewaktu di Eropa nanti, seperti maps.me (map offline yang bisa digunakan tanpa internet) dan Rail Planner (yang direkomendasikan oleh Eurail company untuk mengecek jadwal dan rute kereta).

IMG_7557.PNG
Contoh tampilan Rail Planner

 

Setelah itu…?

Setelah visa sudah didapat, saatnya untuk menukarkan mata uang Rupiah kalian (yang terus-terusan anjlok–*sigh*) ke mata uang Euro. Karena saya akan mampir di Kuala Lumpur, saya juga menukarkan sedikit Rupiah ke Ringgit.

Kalau tidak salah ingat, saat itu saya menukarkan sekitar Rp. 7 juta (untuk uang saku) plus biaya penginapan ke mata uang Euro melalui bank BNI. Sebagian besar uang saku itu juga hanya dihabiskan untuk makan dan membeli cokelat & oleh-oleh 😉

Tidak perlu menukarkan terlalu banyak uang karena kita juga dapat menarik uang di ATM-ATM di Eropa yang berlogo VISA atau Mastercard dengan biaya administrasi yang wajar dan unit konversi yang tidak merugikan. Tapi pastikan dulu kartu debit atau kredit kalian masih aktif dan memiliki logo VISA atau Mastercard ya.

Kalau sudah sampai di titik ini… tentu saja hal yang harus dilakukan selanjutnya adalah mengepak barang-barang bawaan. Iya, packing! Jangan lupa membawa sweater, jaket tebal dan winter boots apabila hendak berangkat saat musim dingin.

Next… Congratulations… you are ready to fly!
Europe…. I’m coming!! 😀 😀

 

Kesimpulannya:

Total biaya yang saya keluarkan untuk Eurotrip ini berkisar +- Rp. 40 juta (termasuk biaya pengurusan visa Schengen di Jakarta). Biaya ini tentu saja akan berkurang kalau posisi kalian di Jakarta/Jawa (tidak perlu 2x membeli tiket PP Manado-Jakarta), atau kalian memilih penginapan yang lebih murah, dst…

Sekian dulu informasi yang bisa saya bagikan. Kalau ada pertanyaan, silakan diketik di comment section dibawah.

Untuk mengetahui lebih detail tempat-tempat wisata yang kami kunjungi selama 3 minggu berada di Eropa dengan total 9 negara dan 16 kota, silakan baca bagian 1 disini dan bagian 2 disini ya 🙂

Have a good day! (^^)

Baca juga: Keliling Eropa murah-meriah dengan FlixBus atau Bulan madu di Bali & Portugal

Read my 2nd trip to Europe here

 

 

6 thoughts on “EUROTRIP: Jalan-jalan keliling Eropa—tips & informasi

  1. Hi kak mau tanya utk transportasi dalam kota seperti italy dan paris apa sudah tercover dalam eurail pass? Atau tetap harus beli sendiri? Kl boleh ada saran day pass apa yg cocok di negara tsb. Kebetulan itin saya gak jauh beda sama mbk. Tapi masih galau mau beli eurail pass atau tidak. Rute saya Roma-Milan-swiss-munich-salzburg-prague-berlin-paris-amsterdam. Ditunggu balasanny y kak. Tks 😊

    Like

    1. Hi.. maap baru balas ya.. akhir2 ini agak sibuk jd jarang buka blog 🙂
      Kalo Eurail pass sebenarnya lebih menguntungkan untuk berpindah kota & negara.. kalo didalam kota, selain di Jerman, sepertinya nggak semua transportasi dicover eurail pass. Kalo kami waktu itu banyak jalan kakinya hehe… selama di Roma kami stay di hotel dekat tourism spots, jd sebagian besar tempat bisa ditempuh dgn jalan kaki. Selain itu kami naik subway (tidak dicover eurail pass). Untuk Prague juga sama, jalan kaki mulu 😉 Kalau Paris seingat saya metro-nya juga tidak dicover eurail pass… untuk Amsterdam, kami juga beli tiket terpisah waktu ke Zaanse Schans. Seingat saya, kami cuma pernah sekali beli day pass (Munich – Fussen) waktu ke Neuschwanstein castle.. selain itu kami lebih suka Jalan kaki + naik subway/metro. Hope this info helps yaa… makasih sudah mampir 🙂

      Like

  2. Haii sy Emily… tertarik srkali dg tulisan Anda..
    Ini WA saya..081806534558
    Tolong invite saya… bnyk hal yg mau sy tanyakan
    Terima kasih

    Like

Leave a comment